Kec. Sooko, Kab. Mojokerto
Prov. Jawa Timur
Desa.gemekan@gmail.com
Desa Gemekan adalah desa di wilayah Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Desa Gemekan merupakan salah satu dari 15 desa di wilayah Kecamatan Sooko, yang terletak 500 M ke arah barat selatan dari Kantor Kecamatan Sooko, Desa Gemekan merupakan wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Trowulan, serta mempunyai luas wilayah seluas 424 hektar.
Berdasarkan data primer catatan Sejarah, baik dari Sumber Prasasti, Kitab, Babad maupun Catatan Era Kolonial, Sejarah Perdaban Desa Gemekan Cukup panjang, Sebagaimana tertulis pada PRASASTI PRA MAJAPAHIT dengan Angka Tahun 852 Saka atau 930 Masehi yang baru-baru ini ditemukan di SItus Masahar – Tepatnya di Dusun Kedawung-Desa Gemekan. Beberapa Fakta Sejarah Desa Gemekan Tertulis dalam Prasasti tersebut diantaranya yakni :
Selain daripada itu, nama Desa Masahar Masih Eksis diera Majapahit dibuktikan pada nama Gelar Seorang Mantri atau Seorang yang Ahli dalam hal Pertanian dari Masahar yakni Ki Buyut Masahar.
Dalam Babad Tanah Jawa menjelaskan, Bhre Kertabhumi Raja Terakhir Majapahit sembuh dari Penyakitnya setelah menikahi sang dayang. Bondrit Cemara kemudian dikenal sebagai Wandhan Kuning yang melahirkan Raden Bondan Kejawan dan oleh Bhre Kertabhumi bayi itu harus dilenyapkan/dibunuh namun dikemudian hari dirawat oleh Ki Buyut Masahar yakni Mantri/Mentri Pertanian di Era Majapahit.
Diceritakan Suatu ketika Ki Buyut Masahar yang setiap habis musim panen menyerahkan hasil sawah kepada sang Prabu Majapahit, karena hasil padi terlalu banyak, padi itu dipikul oleh banyak orang.
Saat itu, Bondan Kejawan ingin ikut serta di luar pengetahuan bapak angkatnya. Penyerahan hasil padi telah diserahkan kepada sang prabu dan diterima oleh para pembesar yang ditugaskan. Sementara itu, Bondan Kejawan masuk Siti Inggil menuju tempat gamelan/Gong Sekar Dalima, hadiah dari Raja Campa.
Bondan Kejawan bermain gamelan Sekar Dalima, sedangkan gamelan Sekar Dalima merupakan gamelan pusaka, tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang.
Hanya dimainkan di waktu-waktu tertentu saja. Dengan sendirinya bunyi gamelan/Gong itu membuat terkejut orang banyak hingga sampai ke telinga sang Prabu Brawijaya.
Sang Prabu pun memberikan perintah untuk memeriksa siapa-siapa yang berani memainkan gamelan/Gong Sekar Dalima itu. Ketika Bondan Kejawan ditangkap dan ditanya siapa nama dan dari mana asalnya, dia mengaku bahwa dia yakni anak Ki Buyut Masahar, juru mantri sawah dan dibawa menghadap ke raja.
Prabu Brawijaya pun memberikan hukuman mati namun setelah diketahui bahwa Bondan Kejawan adalah anak angkat Ki Buyut Mahasar yang tidak lain adalah putra Prabu Brawijaya sendiri, maka hukuman pun dibatalkan. Sang prabu malah gembira melihat putranya kembali yang dititipkan kepada Ki Buyut Masahar.
Namun Ki Buyut Masahar tetap Merasa Malu atas Tindakan Bondan Kejawan karena merasa tidak mampu/gagal dalam mendidik tata krama anak angkatnya tersebut dan menitipkan pesan kepada Penduduk Masahar untuk tidak menabuh Gamelan/Gong di Wilayahnya (MASAHAR/GEMEKAN). Maka dari itu, hingga kini Mitos Larangan pagelaran yang Menggunakan Gamelan/Gong.
Hingga kini masih belum bisa dipastikan Sejak Kapan Desa Masahar berubah Nama Menjadi Desa Gemekan. Namun ditemukan penyebutan tertua yang ditemukan dalam catatan kerja pemerintah Hindia Belanda dalam pembagian wilayah kerja karisidenan (Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1874) yang dipublikasikan pada tahun 1874 sudah menyebut nama Desa Gemekan.
Namun berdasarkan cerita rakyat dari turun temurun, Pergeseran nama Gemekan berdasarkan Sebutan Masyarakat luar desa yang selalu datang untuk mencari burung puyuh liar atau Burung Gemek atau bisa dikatakan Wilayah yang banyak burung Puyuh/Gemek (GEMEKAN), juga dikuatkan berdasarkan hidangan khas MASAHAR dari peradaban Kuno Berupa Burung Puyuh liar (burung Gemek) Bakar.
Kirim Komentar